Minggu, 29 Mei 2011

Nostalgia Thriller 90's di "Scream 4"



Saturday Night memang menyenangkan. kenapa??? Karena libuuuuuuurrrrrrrrrrr!!!!!!! Except, nggak punya pacar (sedih banget hidup gue).

Tapi, nggak perlu sedih nggak punya pacar, because I have so many best friend in here, jadi nggak sedih lagi deh ha-ha-ha. Okay, selama seharian gue ke GI buat lihat diskon gede-gedean dalam rangka ulang tahun GI yang ke-2. After muter-muter nggak jelas, dapet deh dua kaos di Coconut Island. (penting ya di share??? Iseng nulis aja sih hi-hi-hi)

Well, gue nggak mau cerita tentang diskon di GI, tapi gue mau review sedikit soal film yang gue tonton malam minggu kemarin which is "Scream 4". Seneng banget akhirnya film ini masuk Indonesia, karena gue penggemar berat film thriller dan slasher. Satu lagi, gue pengen nostalgia ke tahun 90'an karena Wes Craven pertama kali membuat film horor remaja berjudul "Scream". Jaman itu gue masih SD dan masih belum boleh lihat film yang 17 tahun ke atas, dan jaman dulu nonton masih di harga 4.500 perak aja lho.




After 3 sequel (sequel terakhir "Scream 3" tahun 2000), muncul lagi "Scream 4" yang jarak pembuatannya 11 tahun. 3 pemain inti masih memainkan perannya dengan baik, Neve Campbell as Sidney Prescott, David Arquette as Dewey Riley, dan Courtney Cox as Gale Wheaters - Riley. Di film ini pattern ceritanya masih sama, pembunuh serial yang hobi membunuh murid-murid high school. Setelah 10 tahun dari kejadian di film "Scream 3", Sidney Prescott kembali ke Woodsboro untuk mempromosikan bukunya, sekaligus di sana sedang ada perayaan "The Woodsboro Murder" dengan pembunuh yang disebut "Ghostface". Ternyata, pembunuhan itu kembali terjadi dengan korban pertama 2 siswa SMA Woodsboro. Woodsboro yang sudah aman kembali menjadi tidak aman, dan tetap mengincar Sidney Presscott yang jadi korban utama.



Gue tadinya berpikir, pasti sama aja kualitasnya sama "Scream 3" yang biasa aja, tetapi gue salah, justru film "Scream 4" ini back to root yang ada di film "Scream". Walaupun banyak klise ala film thriller/slasher, cerita dan dialog di film ini benar-benar pintar. Neve Campbell contohnya masih memerankan Sidney Prescott dengan baik dan tampangnya masih sama kayak 10 tahun yang lalu walaupun udah aslinya udah berumur 38 tahun (AMAZING!!!!!).Dan yang paling seru di film ini,Wes Craven mencoba menyindir film thriller/slasher yang punya banyak sequel (kalau kalian perhatiin pasti tau film apa itu. Jangan lewatkan juga akting Emma Roberts yang keren (believe me,patut diacungin jempol). Banyak kejutan di film ini, jadi kalau udah mulai curiga siapa pembunuhnya, dijamin bakal kaget who the hell is the real Ghostface.



Finally, after keluar bioskop, rasanya masih kagum sama film ini. Wes Craven berhasil mengembalikkan era film thriller 90's (kebanyakan penontonnya aja punya tampang 90's). Jadi lupakan film-film horor yang yang menampilkan kuntilanak dan pocong plus adegan syur yang nggak layak tonton. Mendingan nonton "Scream 4". Dan pesan buat orang-orang pajak,please banget deh selesaiin tuh masalah pajak. Bioskop semakin sepi, kasian kan film-film bagus dari Hollywood gak tayang di sini, kasian juga pengelola bioskop. PEOPLE NEEDS ENTERTAINMENT!!!!!

*kenapa gue jadi emosi ya???? Hahahaha

Rabu, 18 Mei 2011

Intrik Persahabatan Ala Backpacker di Film "Dear Galileo"




Semua orang pasti punya impian pergi ke luar kota. Nggak tua ataupun muda pasti selalu pengan mengunjungi tempat impian mereka. Bahkan sekarang ada cara paling murah (tapi banyak menyiksanya) yaitu Backpacking. Orang yang melakukannya biasa disebut backpacking. Seru nggak sih? Pasti seru.

Seperti film produksi Thailand, "Dear Galileo", film ini menceritakan tentang dua orang cewek yang berkelana keliling Eropa untuk berpetualang dengan cara backpacking. Ceritanya Noon dan Cherry, dua sahabat yang mempunyai masalah masing-masing ingin melepas kegalauan mereka dengan cara mengunjungi Eropa. Cherry kena skors di sekolahannya selama setahun hanya karena memalsu tanda tangan gurunya. Sedangkan Noon ingin sekali melupakan mantan pacarnya yang bernama Tum. Mereka melakukan perjalanan yang nekad, uang pas-pasan, bekerja sebagai pelayan restoran yang harus menghindar dari petugas imigrasi (karena nggak boleh bekerja kalau visa nya bukan visa pekerja).

Selama berbulan-bulan mereka sempat bertengkar karena tiket pulang Cherry dijual untuk biaya tambahan. Noon yang marah besar akhirnya mencari kegiatan lain di luar dan bertemu cowok Thailand yang tinggal di Paris bernama Supit. Layaknya film drama, akhirnya mereka saling jatuh cinta. Setelah Noon dan Cherry baikan (gara-gara Noon jatuh sakit) kedua sahabat ini akhirnya bersatu lagi melanjutkan petualangan mereka di Eropa.

Di film ini menurut gue cukup adil menggambarkan keadaan backpacker. Kadang-kadang kita berpikir, seru kali ya kalau keliling dunia dengan budget minim dan cuma bermodalkan tas ransel. Memang tampaknya seru, tapi di film ini menunjukkan bagaimana nggak enaknya jadi backpacker. Salah satunya, menyambung hidup menjadi pekerja ilegal di restoran, gaji yang harus dipotong membayar sewa padahal gaji juga nggak seberapa, dan juga keadaan yang nggak enak lainnya.

So far, cerita film ini kuat, nggak cuma menggambarkan persahabatan aja tapi juga menggambarkan kalau kita nggak boleh egois dan punya tujuan hidup. Apa yang kita cari dan apa yang kita mau, sekaligus pentingnya menjaga emosi. This is very recommended movie.

Senin, 09 Mei 2011

Warkop Plus Suami Suami Takut Istri Versi Thailand



Okay back to writing after a long time not writing my blog (padahal baru seminggu nggak nulis). Sekarang gue masih sebal sama pemerintah karena masalah pajak film yang nggak selesai-selesai sampai pada akhirnya bioskop jadi memutar film yang sama sekali nggak bermutu (film Hollywood lho maksudnya). Mau nonton film Indonesia tapi yang ada malah film “Pocong Mandi Goyang Pinggul”, hadeeuuuhhhh lihat judulnya aja males banget nonton film ini even pemainnya Sasha Grey.

Bingung mau nonton apa, akhirnya gue sama dua teman gue ke Blitz Megaplex siapa tahu aja ada film Asia yang bagus, karena gue ketagihan nonton film komedi Thailand after I watched “Crazy Little Thing Called Love”. Dan akhirnya ada film Thailand baru judulnya “Lulla Man”, kita bertiga nonton film itu. Gue pikir nggak akan selucu “Crazy Little Thing Called Love”. But I was wrong.

Kalau kalian sering lihat film warkop atau serial “Suami Suami Takut Istri” kalian bakal senang sama film ini. Jujur film ini bikin gue ketawa di setiap scene. Ceritanya ada 3 cowok yang sudah menikah dan tinggal dalam satu rumah, mereka semua bersahabat dan hobi selingkuh. Apalagi berganti-ganti pasangan juga selingkuhnya. Yang paling gue ngakak waktu ketiga cowok ini punya selingkuhan tapi ceweknya sama, dan jujur ceweknya itu jijik abis mau sama siapa aja bahkan sama cowok berkulit hitam (yang tiba-tiba temen gue bilang itu asalnya dari Jamaica gara-gara rambutnya gimbal, padahal bisa aja itu dari Papua). Terus adegan ngumpet di kamar mandi gara-gara suami si cewek itu muncul, ketiga cowok itu bertemu juga sama cowok yang kata temen gue dari Jamaica,dikiranya nggak bisa bahasa Thai ada adegan mengejek, eeeeehhh nggak taunya cowok Jamaica itu bisa fasih bahasa Thai pada akhirnya ejek-ejekan. Ada lagi adegan lebay yang juga bikin ngakak, salah satu cowok itu ketahuan bawa cewek di mobilnya terus bilangnya cewek itu hantu, pas ngerem mendadak cewek selingkuhannya kejedot sandaran kursi. Yang bikin lebay kejedot sandaran kursi saja sampai berdarah-darah semuka. Ya bener si istrinya waktu lihat itu bentuknya kayak kuntilanak.

Walaupun kayak warkop, kekuatan film ini adalah ceritanya yang teratur dan juga dialog yang bikin ketawa. Jarang ada kan film komedi seperti ini, biasanya Cuma mengandalkan slapstick dan adegan konyol saja tapi cerita nggak nyambung. Cocok banget buat yang lagi stress sama kerjaan terus nonton film ini, dijamin TERHIBUR!!! Pas banget, gue sama teman-teman gue waktu nonton film ini lagi stress banget sama kerjaan. Lumayan lah terhibur. Walaupun seterusnya juga stress setiap hari. Kapan gue nggak stress ya???

Rabu, 04 Mei 2011

Dilemma Antara Passion dan Just Taking A Job and Learn

Orang bijak pernah berkat bahwa semua pekerjaan itu nggak ada yang gampang. Itu memang benar. Sekarang ini mencari pekerjaan itu susah dan perusahaan agak susah menerima karyawan yang pengalamannya masih cupu. Sebenarnya apa sih yang dibutuhkan untuk bisa tembus di dunia pekerjaan? Gampang kok jawabannya, that is ‘SKILL’. Kemampuan itu bisa didapakan kapan saja, bisa dari baca buku, pengalaman di kuliah mengikuti organisasi, sampai internship dimanapun.

Everybody wants the dream job, nggak nyalahin kok. Apalagi bisa tembus kerja di Jakarta. Well, itu semua memang wajar, but let me share first. Sudah 3 bulan ini gue kerja di Jakarta, dan bidang kerja gue jauh banget sama bidang kerja gue yang di Semarang yait media cetak (majalah). Awalnya gue biasa aja dan cenderung suka, lama kelamaan, gue merasa ada yang aneh dalam diri gue. Biasanya gue nggak pernah kerja dibawa stress. Tapi setelah 3 bulan gue jadi stress sendiri dan takut banget kalau masuk kantor apalagi hawanya deg-degan ya luar biasa. Gue coba menghilangkan stress itu dengan menulis di laptop, anehnya setelah nulis stress itu hilang. Gue coba tanya sama admin di account Twitter @MotivaTweet yang sering ngasih motivasi kerja di Twitter. Gue iseng nanya gimana kalau kerjaan nggak terlalu dibawa stress. Dia jawab “Suka Nggak sama kerjaannya?”. Gue jawab lagi kalau gue newbie. Dan dia jawab lagi “Kalau tubuh kamu menandakan sinyal stress berarti nggak suka sama kerjaannya.”. Dan gue pun seperti ditonjok.

Anyway what I want to share is, jangan sampai lo kerja tapi sebenernya bukan passion lo. Gue sampai sekarang masih dilemma antara gue kerja di sini tapi bukan passion gue setelah ngeliat kerjaannya, tapi kalau nggak gini gue nggak bisa ke Jakarta dulu untuk kerja. Impian gue bangetkalau kerja di Jakarta. Kalaupun learning by doing itu memang harus but kita harus suka dulu sama kerjaannya. Sekali lo nggak suka sama kerjaannya mau beli buku setumpuk sama learning by doing, nggak akan berjalan lancar. Mungkin gue nggak nggak tau sampai berapa lama gue akan bertahan di tempat baru gue ini,kalaupun ada tawaran yang lebih baik dari ini yang sesuai passion gue di dunia tulis menulis which is media. Gue akan dengan berat hati mundur dari perusahaan yang sekarang. Demi kerjaan yang lebih baru yang asyik sesuai passion gue. Jadi, tentukan passion lo dari sekarang biar nggak menyesal belakangan. Love your job and love your passion. Don’t like me, taking a job Cuma gara-gara gue udah ngebet kerja di Jakarta tapi nggak sesuai dengan passion gue.